Artifacts : “Edible Film”
Bukan hanya sekedar kemasan yang bisa dikonsumsi, namun juga kemasan futuristik dengan beragam manfaat!
Edible packaging merupakan lapisan tipis yang berfungsi sebagai pengemas makanan sekaligus dapat dimakan bersama dengan produk yang dikemas. Contoh penggunaan edible film antara lain sebagai pembungkus permen, sosis, buah, dan sup kering. Selain itu, edible film kini juga dapat dimanfaatkan sebagai gelas atau sedotan yang dapat dimakan! Edible film terbuat dari berbagai bahan alami seperti pati dengan kadar amilosa tinggi, seperti Pati Garut dan Pati Ubi Jalar.
Edible packaging merupakan salah satu inovasi baru yang ramah lingkungan. Inovasi edible packaging berupa pembuatan kemasan makanan yang dapat dikonsumsi. Berbahan dasar alami dan dipadukan dengan pemanfaatan teknologi sehingga dapat membuat kemasan makanan yang bisa dimakan oleh konsumen.
Awal kemunculan kemasan edible packaging ini disebabkan oleh penggunaan kemasan yang tidak ramah lingkungan. Sehingga, banyak penelitian yang mencoba mencari solusi alternatif pengganti plastik. Edible packaging merupakan salah satu kemasan makanan masa depan yang kini mulai diperkenalkan kepada dunia.
Apa saja jenis-jenis dari edible packaging? Edible packaging dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu yang berfungsi sebagai pelapis (edible coating) dan yang berbentuk lembaran (edible film). Edible coating banyak digunakan untuk pelapis produk daging beku, makanan semi basah (intermediate moisture foods), produk gula-gula, ayam beku, produk hasil laut, sosis, buah-buahan, dan obat-obatan, terutama untuk pelapis kapsul.
Komponen penyusun edible film akan mempengaruhi secara langsung bentuk morfologi maupun sifat pengemas yang dihasilkan. Tiga komponen penyusun dasar edible film yaitu hidrokoloid (protein, polisakarida, alginat), lipid (asam lemak, asil gliserol, wax atau lilin), dan komposit (campuran hidrokoloid dan lipid). Bahan hidrokoloid yang digunakan secara luas untuk pembentukan edible film yaitu protein dan polisakarida. Sementara lipid yang umum digunakan dalam pembuatan edible film adalah lilin alami (beeswax, carnauba wax, paraffin wax), asil gliserol asam lemak (asam oleat dan laurat) serta emulsifier.
Edible film dari komposit dapat memperbaiki film dari hidrokoloid dan lipid serta mengurangi kelemahannya. Gabungan dari hidrokoloid dan lemak digunakan dengan mengambil keuntungan dari komponen lipid dan hidrokoloid. Lipid dapat meningkatkan ketahanan terhadap penguapan air dan hidrokoloid dapat memberikan daya tahannya
Bagaimana proses pembuatan edible film? Edible film dibuat dengan cara melarutkan pati dengan plasticizer dalam aquades. Konsentrasi pati yang digunakan 8% b/v untuk volume total 100 ml (*Persentase b/v adalah jumlah gram zat terlarut dalam tiap 100 ml larutan), sementara konsentrasi plasticizer gliserol dan sorbitol masing-masing 2% b/v pati. Setelah dicampur, larutan tersebut dipanaskan diatas waterbath sambil diaduk sampai terjadi gelatinisasi.
Larutan yang telah menjadi gel tersebut kemudian diangkat dan dicetak menggunakan plat kaca berukuran 20 cm x 10 cm x 0,2 cm. Selanjutnya, plat kaca dikeringkan di dalam oven pada suhu 50oC selama 4 jam. Sifat-sifat fisik yang menentukan kualitas dan penggunaan edible film antara lain ketebalan, perpanjangan (elongasi), dan kekuatan peregangan (tensile strength).
Lalu, apa saja manfaat dari edible film? Mungkin manfaat dari Edible film yang paling banyak diketahui adalah kemasan yang dapat dimakan. Namun, masih ada berbagai manfaat dari edible film. Edible film berfungsi untuk memperpanjang masa simpan, edible film juga dapat digunakan sebagai pembawa senyawa lain, diantaranya vitamin, mineral, antioksidan, antimikroba, pengawet, bahan untuk memperbaiki rasa, dan warna produk yang dikemas. Selain itu, bahan-bahan yang digunakan untuk membuat edible film relatif murah, mudah diurai secara biologis (biodegradable), dan teknologi pembuatannya sederhana.
Edible film diunggulkan dalam pembuatannya karena dapat didaur ulang secara alami (biodegradable) serta memiliki nilai estetika yang tinggi. Berbeda dengan sediaan plastik yang tidak dapat dihancurkan secara alami (nonbiodegradable) yang dapat menyebabkan beban bagi lingkungan khususnya pada negara-negara yang tidak melakukan daur ulang (recycling).
Namun, juga terdapat kelemahan dari edible film, yaitu resistensinya terhadap air rendah dan sifat penghalangnya terhadap uap air juga rendah. Kekurangan ini akan mempengaruhi daya simpan makanan menjadi kurang optimal. Sifat mekanik lapisan film dari pati juga kurang baik karena mempunyai elastisitas yang rendah. Untuk meningkatkan karakteristiknya, biasanya pati dicampur dengan biopolimer yang bersifat hidrofobik atau bahan tahan air seperti kitosan.
Referensi :
- Kusnadi J, Budyanto P. Antibacterial Active Packaging Edible Film Formulation with Addition Teak ( Tectona grandis ) Leaf Extract. Int J Life Sci Biotechnol Pharma Res. 2015;4(2):79–84.
- Yuliana F. Stability Study of Antibacterial Activity of Mixed Lime Juice and Honey of Heating Temperature on Staphylococcusaureus and Streptococcuspyogenes. 2014;21(2):1–7.
- Mehdizadeh T, Tajik H, Razavi Rohani SM, Oromiehie AR. Antibacterial, antioxidant and optical properties of edible starch-chitosan composite film containing Thymus kotschyanus essential oil. Vet Res Forum [Internet]. 2012;3(3):167–73. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articl es/PMC4299978/
- Raeisi M, Tajik H, Aliakbarlu J, Valipour S. Effect of carboxymethyl cellulose edible coating containing Zataria multiflora essential oil and grape seed extract on chemical attributes of rainbow trout meat. 2014;5(2):89–93.
5.https://unupurwokerto.ac.id/perspective-teknologi-pangan-edible-packaging-untuk-kemasan-pangan
Penulis :
Yoel Enrico Meiliano (PG’20)
Haidar Muhyiddin Husain (PG’20)