Fermentasi Udang: Cincalok
Pernahkan Anda mendengar makanan fermentasi yang sering disebut cincalok?
Cincalok merupakan salah satu makanan fermentasi berbahan dasar udang yang berasal dari Kalimantan Barat dan juga berkembang di Provinsi Kepulauan Riau dan Negara Malaysia. Cincalok juga dikenal dengan nama kecalok di Kepulauan Bangka Belitung. Harganya yang murah, kemudahan dalam pembuatan dan mendapatkannya, serta gizi yang tinggi membuat cincalok menjadi makanan fermentasi yang banyak dikonsumsi masyarakat di Kalimantan Barat dan Kepulauan Riau. Salah satu gizi yang paling banyak terkandung dalam cincalok adalah protein dengan kadarnya dapat mencapai 18-19%.
Bahan utama yang digunakan dalam proses pembuatan cincalok adalah udang rebon atau udang kecil-kecil, sama seperti bahan dasar dalam pembuatan terasi. Udang rebon yang sering digunakan dalam pembuatan cincalok adalah udang jenis Mysis relicta. Udang rebon difermentasi karena proses tersebut lebih mudah dibandingkan dengan pengeringan matahari, dan hasil fermentasinya juga memiliki umur simpan yang cukup lama sekitar 1 bulan.
Pembuatan cincalok secara tradisional diawali dengan pencucian udang dengan air laut, kemudian udang rebon dicampurkan dengan garam dan nasi dengan perbandingan 7:1:2. Kemudian, campuran dibiarkan fermentasi dalam wadah tertutup selama 1-2 minggu.
Fermentasi pada cincalok dinyatakan selesai dan berhasil apabila tekstur udang yang digunakan sudah hancur, menghasilkan udang berwarna merah muda, rasa asam yang menonjol, dan muncul aroma asam yang khas.
Penambahan garam dalam proses fermentasi bertujuan untuk menyeleksi jenis mikroba yang tumbuh, yakni mikroba yang tahan garam dan menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk. Sedangkan penambahan nasi bertujuan sebagai penyedia glukosa bagi pertumbuhan bakteri.
Bakteri apa saja yang berperan dalam fermentasi cincalok?
Bakteri yang memiliki peranan besar dalam fermentasi ini adalah bakteri asam laktat. Genus bakteri asam laktat yang berperan adalah Lactobacillus, Streptococcus, Enterococcus, Pediococcus, Tetragenococcus, Leuconostoc, dan Lactococcus. Bakteri-bakteri tersebut mendegradasi karbohidrat menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti asam dan menurunkan nilai total pati. Selain itu, bakteri asam laktat juga dapat menghasilkan senyawa antimikroba seperti bakteriosin, karbondioksida, dan hydrogen peroksida. Produksi asam dan senyawa antimikroba dari bakteri tersebut memberikan dampak positif dalam pengawetan dan nilai gizi pada makanan fermentasi.
Apa saja manfaat Kesehatan dari Cincalok?
Cincalok mengandung bakteri asam laktat yang bermanfaat dalam meningkatkan aktivitas bakteri menguntungkan pada usus, dapat menghambat dan membunuh bakteri patogen seperti Escherichia coli, serta meningkatkan kekebalan tubuh.
Bagaimana aplikasi penggunaan cincalok dalam makanan?
Cincalok dapat dikonsumsi secara langsung, dijadikan sebagai cocolan, dan juga bisa dikreasikan dengan makanan lain seperti sambal karena cincalok dapat memberikan rasa gurih pada sambal. Selain itu, cincalok juga dapat digunakan sebagai starter pada produk fermentasi lain karena bakteri asam laktat yang terdapat dalam makanan tersebut.
Referensi:
https://akurat.co/mengenal-makanan-fermentasi-cincalok-yang-bisa-dijadikan-sambal
https://gencil.news/gaya-hidup/kuliner/olahan-cincalok-khas-kalbar/
https://www.kompas.tv/article/220781/mengenal-cincalok-makanan-fermentasi-kaya-gizi
Achmad DI, Nofiani R, Ardiningsih P. (2013). Karakterisas Bakteri Asam Laktat Lactobacillus sp. dari Cincalok Formulasi. Pontianak: FMIPA Universitas Tanjungpura.
Novelia, K. (2019). Kualitas dan Aktivitas Antibakteri Cincalok terhadap Bakteri Patogen Selama Waktu Fermentasi. Fakultas Teknobiologi. Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Penulis :
Helviyani (PG’18)